Keramahan : Ketulusan atau Kepalsuan?


Kita hidup pada zaman ketika keramahan kerap menjadi "barang dagangan" belaka.

Berbagai perusahaan jasa saat ini menjual keramahan kepada para pelanggan. Toko-toko pun melatih para pegawainya untuk bersikap ramah kepada para tamunya.

Sayangnya, keramahan itu bertujuan utama untuk mendapatkan uang. Bukan keramahan yang tulus diberikan tanpa berharap pamrih.

Namun, saya punya pengalaman menarik beberapa tahun lalu ketika sedang melakukan survey perencanaan teknis pembangunan ruas jalan Wamena-Soba di pedalaman Papua.

Ketika itu rombongan kami disambut dan dijamu oleh penduduk desa yang kami lewati. Kami diajak berbincang-bincang, diberi makanan (meski hanya berupa hipere/ketela), tempat untuk tidur didalam honei (rumah adat masyarakat suku Dani dan Yali), dan segala yang kami perlukan, karena kami memang kehabisan bekal. Kami sungguh merasakan anugrah dan karunia ALLAH melalui keramahan penduduk pedalaman yang sederhana, terisolir dan bahkan bisa dikatakan masih primitif itu.

Sebagai muslim, pun saya yakin umat beragama lain, kita diajar untuk ramah kepada semua orang. Namun bukan keramahan yang sekedar basa-basi atau sok akrab. Bukan juga keramahan yang bertujuan mendapatkan sesuatu, seperti yang biasa dipraktikkan di dunia bisnis. Melainkan keramahan yang bertolak dari ketulusan hati, yang sungguh-sungguh peduli akan kebutuhan orang lain, tanpa memikirkan pamrih.

Adakah seseorang yang sedang memerlukan keramahan anda hari ini?

Posted via Blogaway

Tidak ada komentar:

Posting Komentar